Penyelenggara

06

RUANG

Ruang Review Digital CEDAW

Pedesaan (3T)

Picture of Rena

Rena

Kalyanamitra

Picture of Nadila Yuvitasari

Nadila Yuvitasari

Kalyanamitra

CEDAW (The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women) adalah sebuah Kesepakatan Internasional untuk Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan. Konvensi ini mendefinisikan prinsip-prinsip tentang Hak Asasi Perempuan sebagai Hak Asasi Manusia, norma-norma dan standar-standar kewajiban, serta tanggung jawab negara dalam penghapusan diskriminasi terhadap perempuan. Konvensi ini ratifikasi dan aksesi sesuai dengan Resolusi Majelis Umum 34/180 tanggal 18 Desember 1979 dan mulai diberlakukan pada tanggal 3 Desember 1981. Indonesia adalah salah satu negara yang ikut menandatangani Konvensi ini dan pada 24 Juli 1984 meratifikasinya melalui UU RI No. 7 Tahun 1984.

CEDAW menetapkan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Salah satu persamaan hak perempuan yang dijamin dalam CEDAW tercantum dalam Pasal 14 tentang Perempuan Pedesaan. CEDAW merupakan satu-satunya instrumen HAM internasional yang memberikan jaminan hak perempuan pedesaan.  Hak perempuan pedesaan yang dijamin dalam pasal 14 CEDAW mencakup : (a) Hak berpartisipasi dalam pembangunan desa; (b) Hak akses atas fasilitas pelayanan kesehatan; (c) Hak untuk mendapatkan manfaat dari program-program jaminan sosial; (d) Hak untuk mendapatkan pendidikan formal dan non-formal termasuk program pemberantasan buta huruf; (e) Hak untuk membentuk kelompok mandiri dan koperasi untuk peningkatan ekonomi; (f) Hak berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan; (g) Hak akses atas kredit dan pinjaman pertanian, fasilitas pemasaran, teknologi tepat guna, perlakuan setara dalam kebijakan reforma tanah dan agraria; (h) Hak atas penghidupan yang layak, khususnya perumahan, sanitasi, penyediaan listrik dan air, transportasi dan komunikasi.

Selain CEDAW, Komite CEDAW membuat Rekomendasi Umum (General Recommendation/ GR) sebagai perluasan respon atas berkembangnya isu-isu perempuan yang semakin kompleks. Melalui rekomendasi umum tersebut, Komite mempunyai alat untuk me-review sebuah negara dan merekomendasikan isu-isu yang lebih kompleks yang belum terumuskan dalam  Konvensi CEDAW aslinya. Rekomendasi Umum CEDAW No. 34 mengatur hak perempuan pedesaan secara khusus. Dalam rekomendasi ini, Komite CEDAW secara jelas mengaitkan hak perempuan pedesaan dalam Pasal 14 CEDAW dengan hak perempuan dalam pasal-pasal lainnya.

Dalam Rekomendasi Umum CEDAW No. 34, Komite CEDAW mengangkat persoalan kemiskinan dan marginalisasi yang masih dialami perempuan pedesaan, termasuk diskriminasi terhadap akses air, tanah dan sumber daya alam, termasuk air, benih, dan hutan. Perempuan pedesaan seringkali hanya mempunyai hak terbatas atas tanah dan sumber daya alam. Di banyak wilayah, mereka mengalami diskriminasi terkait hak atas tanah akibat kebijakan ataupun praktik budaya yang diskriminatif, termasuk terkait dengan tanah adat yang sebagian besar dikuasai oleh laki-laki. Reforma tanah dan agraria seringkali mengecualikan perempuan pedesaan dan tidak dilaksanakan dengan cara yang responsif gender. Kebijakan reforma tanah dan agraria terkadang memiliki kepentingan bias laki-laki, seperti pendaftaran kepemilikan tanah hanya atas nama laki-laki, pembayaran kompensasi sebagian besar atas nama laki-laki atau memberikan kompensasi atas pembatasan penggunaan tanah hanya berdasarkan aktivitas laki-laki.

Perempuan pedesaan kebanyakan bekerja pada sektor informal yang tidak dilindungi oleh sistem perlindungan sosial. Perempuan pedesaan memiliki kesempatan kerja yang terbatas, cenderung bekerja dengan jam kerja yang sangat panjang dengan jenis pekerjaan yang berketerampilan rendah, dan bergaji rendah atau tidak berbayar. Perempuan pedesaan banyak bekerja dalam pertanian subsisten dan perkebunan dimana mereka menghadapi peningkatan risiko kesehatan akibat penggunaan pupuk dan pestisida yang mengakibatkan penyakit, kematian dini, komplikasi kehamilan, gangguan pada janin, serta gangguan fisik dan perkembangan bayi dan anak.

Perempuan pedesaan cenderung kurang berpendidikan dan memiliki risiko lebih tinggi untuk diperdagangkan dan dipaksa menjadi pekerja, serta melakukan perkawinan anak, perkawinan paksa, sunat perempuan, dan praktik berbahaya lainnya. Perempuan pedesaan juga rentan sakit, menderita kekurangan gizi atau meninggal karena terbatasnya informasi dan akses pelayanan kesehatan termasuk kesehatan seksual dan reproduksi. Minimnya alokasi anggaran dan infrastruktur kesehatan, ketersediaan petugas kesehatan terlatih, dan jauhnya jarak penyedia layanan kesehatan termasuk layanan kesehatan darurat bagi ibu hamil. Hal ini berdampak pada tingginya Angka Kematian Ibu di pedesaan. Perkawinan anak perempuan di pedesaan rentan terhadap kehamilan dini dan juga berkontribusi pada kematian ibu melahirkan.

Komite CEDAW mengangkat persoalan rendahnya keterwakilan perempuan pedesaan dalam posisi kepemimpinan dan pengambilan keputusan di semua tingkatan. Perempuan pedesaan merupakan kelompok yang paling rentan menjadi korban kekerasan berbasis gender akibat ketidaksetaraan relasi gender dalam rumah tangga, serta tidak memiliki akses terhadap keadilan dan pemulihan hukum yang efektif. Persoalan dampak kerusakan lingkungan hidup terhadap perempuan pedesaan, termasuk perubahan iklim dan bencana alam, seringkali dipicu oleh pengelolaan sumber daya alam yang tidak berkelanjutan dan praktik pengelolaan sampah yang buruk.

Komite CEDAW menyatakan bahwa perempuan pedesaan bukan kelompok yang homogen dan seringkali mengalami diskriminasi interseksional berdasarkan etnis minoritas, agama minoritas, ataupun pekerjaan (perempuan petani, perempuan migran, perempuan nelayan). Perempuan penyandang disabilitas, perempuan janda, dan perempuan lansia yang tinggal di pedesaan mengalami stigmatisasi dan isolasi. Perempuan dan anak perempuan adat di pedesaan rentan menjadi korban perdagangan orang karena kesulitan ekonomi dan keterbatasan akses informasi.

Perempuan pedesaan masih mengalami hambatan dalam mengakses layanan keuangan untuk pengembangan usaha perempuan di pedesaan sebagai produsen dan wirausaha, dan akses terhadap pasar dan fasilitas pemasaran. Hambatan perempuan dalam mengakses layanan keuangan meliputi: hambatan hukum dan kebijakan yang tidak memungkinkan perempuan untuk mengajukan kredit atas nama mereka sendiri; sikap diskriminatif petugas layanan keuangan yang menghalangi perempuan memiliki rekening bank atau membuat kontrak tanpa persetujuan suami atau saudara laki-laki; dan permintaan jaminan bank yang mungkin tidak dimiliki oleh perempuan pedesaan. Terbatasnya akses perempuan pedesaan terhadap teknologi informasi dan komunikasi (TIK)  juga menjadi kendala dalam perluasan pemasaran produk perempuan pedesaan.

Digital Review Implementasi CEDAW khususnya terkait hak perempuan pedesaan ini diharapkan dapat mengumpulkan data dan informasi tentang kewajiban negara dan situasi pemenuhan hak perempuan pedesaan di Indonesia.

  1. Apakah ada kebijakan dan program pemerintah terkait pemenuhan hak perempuan pedesaan sebagaimana dijamin dalam CEDAW? Jika ada, jelaskan kebijakan dan program pemerintah tersebut dan bagaimana implementasinya?
  2. Jelaskan situasi dan persoalan diskriminasi yang dialami oleh perempuan pedesaan di Indonesia. Jika ada, lengkapi dengan data statistik, tahun, dan sumber informasi.
  3. Apa tantangan dan hambatan, serta rekomendasi pemenuhan hak perempuan pedesaan di Indonesia? Jelaskan.
0 Comments
Most Voted
Newest Oldest
Inline Feedbacks
View all comments
Scroll to Top